Hallo teman-teman, selamat jumpa lagi, ya. Apa kabar Anda? Saya berharap Anda sehat dan happy dan selalu diberkahi. Setelah membaca tulisan saya terdahulu, apakah Anda semakin merasa tertarik untuk menulis puisi? Atau justru Anda sudah melangkah mendahului saya; Anda telah menulis puisi, meski yang saya obrolkan pada Anda itu baru sampai pada langkah persiapan batin untuk menulis puisi? Inilah yang saya suka pada Anda. Anda betul-betul menunjukkan rasa antusias ingin belajar menulis puisi yang puisi. Iya, benar sekali yang Anda simpulkan, apa yang saya tuturkan dalam persiapan batin itu, boleh dikatakan lebih sebagai filosofi menulis puisi. Atau sikap etik kita dalam menulis puisi. Baiklah, untuk menyegarkan memori, gak ada salahnya kalau kita ulangi dulu apa saja langkah-langkah menulis puisi itu. Pertama, persiapan batin. Kedua, berpikir puitik. Ketiga, bergulat dengan kata. Dan ketiga, mendedahkan kata-kata ke dalam tulisan.
Nah, kita lanjutkan yuk ke langkah-langkah berikutnya. Oya, Apakah Anda sudah menyiapkan kopi dan sigaret dan penganan untuk menemani obrolan kita? ...hehe..
Nah, kita lanjutkan yuk ke langkah-langkah berikutnya. Oya, Apakah Anda sudah menyiapkan kopi dan sigaret dan penganan untuk menemani obrolan kita? ...hehe..
2. Berpikir puitik.
Apa yang dimaksud dengan berpikir puitik? Berpikir puitik adalah berpikir dalam imaji-imaji visual dan metafor-metafor dalam kita memberi makna pada realitas yang kita alami dan kita cerap atau kita persepsikan. Ketika kita melihat suatu objek atau mengalami suatu peristiwa, maka sensasi indera kita akan merangsang suatu suasana perasaan tertentu di dalam batin kita. Nah, suatu suasana perasaan tertentu itu bersifat unik dan personal bagi tiap-tiap individu. Maka untuk menjaga keotentikan suasana perasaan yang unik dan personal itu, kita melayarkannya dalam alun pikiran kita berupa imaji-imaji visual dan metafor-metafor.
Atau sebaliknya; kita sedang memendam atau dilanda suatu perasaan tertentu di batin kita, kemudian melihat suatu objek atau peristiwa yang memperkuat suasana perasaan di batin kita itu, kita pun melayarkannya dalam alun pikiran kita berupa imaji-imaji visual dan metafor-metafor.
Supaya lebih afdol, mungkin perlu saya beri contoh, ya. Coba kita baca dengan seksama dan penuh penikmatan sebait puisi DERAI-DERAI CEMARA karya maestro Penyair kita Chairil Anwar ini:
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
Bisa kita lihat dan rasakan bukan hubungan atau perbandingan antara suasana perasaan tertentu si Penyair dengan objek atau peristiwa yang dia hadirkan dalam imaji-imaji visual dan metafor-metafor puisi-nya?
Comments
Post a Comment